Jumat, 08 Juli 2011

MAKALAH MATEMATIKA

Profil Gaya Berpikir Siswa SMP dalam Belajar Matematika


Suradi*)

Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan profil gaya berpikir siswa
SMP, dalam kaitannya dengan prestasi belajar matematika, yang dapat digunakan
sebagai suatu pertimbangan bagi guru dalam melayani/membimbing siswa
berdasarkan gaya individual dalam belajar matematika. Penelitian ini juga dapat
menjadi umpan balik dalam menilai apakah pengajaran yang selama ini terlaksana
sebagai masukan instrumental memberikan dampak berarti bagi pengembangan
prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa: (1) siswa dengan gaya
belajar Field Dependent (FD) pada umumnya berpikir sekuensial konkret, sedangkan
siswa Field Independent (FI) berpikir acak abstrak; (2) gaya berpikir mempunyai
pengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP; dan (3) prestasi belajar
matematika siswa FI lebih baik jika dibandingkan siswa FD. Sebagai implikasi yang
diperoleh dari hasil penelitian ini, disarankan agar dalam pembelajaran matematika
dioptimalkan interaksi antara siswa FI dan FD, dan memberikan pembelajaran yang
banyak berkaitan dengan dunia nyata siswa. Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal
yang realistik bagi siswa ke hal yang abstrak, karena cara siswa SMP berpikir masih
didominasi sekuensial konkret dan acak abstrak.
Kata kunci: gaya berpikir, field dependent, field independent, sistem persamaan linier,
sekuensial, konkret, acak abstrak


1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Banyak pendapat dari berbagai pihak yang menyatakan bahwa masih banyak
siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika, yang ditandai dengan rendahnya
prestasi belajar pada bidang studi tersebut. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan
matematika selalu menjadi topik menarik untuk didiskusikan. Berbagai upaya telah dan
terus dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar matematika tersebut. Salah satu upaya
adalah dengan memperhatikan penyebab kesulitan, baik yang bersumber dari “diri siswa
sendiri” maupun yang bersumber dari “luar diri siswa”.


*)
Dosen Matematika FMIPA Universitas Negeri Makassar

1

Matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah sangat diperlukan untuk
menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis dan kritis. Demikian pula
matematika telah menunjukkan kekuatannya dengan adanya penerapan matematika
pada bidang-bidang lain dan pada kehidupan sehari-hari. Menurut Hudoyo (1988), setiap
teori matematika harus memperhitungkan kekuatan matematika dalam penerapannya
pada bidang-bidang lain.
Dalam konsep kurikulum matematika 2004 (Depdiknas, 2003), dikemukakan
bahwa tujuan umum pendidikan matematika di SMP ditekankan kepada siswa agar
memiliki: (1) kemampuan yang berkaitan dengan matematika sehingga dapat digunakan
untuk memecahkan masalah matematika, pelajaran lain, ataupun masalah yang berkaitan
dengan kehidupan nyata; (2) kemampuan menggunakan matematika sebagai alat
komunikasi; dan (3) kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang
dapat dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir
sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan
menyelesaikan masalah.
Dalam kaitan dengan tujuan pengajaran matematika, Soedjadi (1992) menyatakan
bahwa pengajaran matematika di setiap jenjang persekolahan pada dasarnya mengacu
pada dua tujuan pokok, yaitu tujuan formal dan tujuan material. Tujuan formal
matematika adalah berkaitan dengan penataan nalar dan pembentukan sikap anak didik,
sedangkan tujuan material pengajaran matematika adalah berkaitan dengan penggunaan
dan penerapan matematika, baik dalam bidang matematika sendiri maupun bidang
lainnya. Salah satu materi matematika sekolah yang sering diberikan sebagai contoh
penerapan adalah Sistem Persamaan Linier (SPL).
Berbagai penelitian melaporkan bahwa prestasi belajar matematika siswa SMP
masih rendah, khususnya dalam menyelesaikan masalah SPL dua variabel. Masalah ini

2

sangat terkait dengan kemampuan belajar siswa berdasarkan gaya kognitif dan gaya
berpikir yang dimilikinya. Dalam penelitian ini prestasi belajar matematika yang
dimaksud adalah skor yang diperoleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang
berkaitan dengan SPL dua variabel, sedangkan gaya berpikir yang dimaksudkan
menurut pengertian dari Gregorc, yaitu gaya berpikir sekuensial konkret (SK), acak
konkret (AK), acak abstrak (AA), dan sekuensial Abstrak (SA). Demikian juga gaya kognitif
yang digunakan berdasarkan tipe dari Witkin, yaitu gaya kognitif tipe field dependent (FD)
dan gaya kognitif tipe field independent (FI).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
(1) bagaimana profil gaya berpikir siswa ditinjau dari gaya kognitif yang dimilikinya? dan
(2) bagaimana prestasi belajar siswa pada SPL dua variabel ditinjau dari gaya berpikir
yang dimilikinya?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan profil gaya berpikir siswa
berdasarkan gaya kognitifnya dalam memahami konsep dan menyelesaikan soal-soal SPL
dua variabel; (2) mengadakan eksplorasi tentang hasil belajar dan gaya berpikir siswa
field dependent dan field independent; (3) menganalisis pengaruh antara gaya berpikir
dan prestasi belajar, ditinjau dari gaya kognitifnya; dan (4) membandingkan prestasi
belajar antara kelompok siswa field dependent dan field independent.

2. Kajian Literatur
2.1. Prestasi Belajar Matematika
Belajar matematika sebagai proses, yaitu berupa kegiatan aktif dan upaya siswa
dalam memahami dan menguasai matematika. Kegiatan aktif yang dimaksud adalah

3

pengalaman belajar matematika yang diperoleh melalui interaksi siswa dengan
matematika dalam konteks kegiatan mengajar belajar di sekolah.
Selain memiliki objek yang abstrak dan struktur yang berpola deduktif,
matematika juga menggunakan bahasa simbolik. Dengan demikian, belajar matematika
berarti belajar menggunakan dan memanipulasi simbol-simbol. Namun, perlu diketahui
bahwa sebelum memanipulasi simbol-simbol itu, yang penting adalah memahami arti
dari ide yang disimbolkan itu. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi verbalisasi, yaitu
menghafal simbol tanpa mengetahui apa yang disimbolkan. Dengan kata lain, dalam
belajar matematika menghafal tetap diperlukan, tetapi sebelum menghafal terlebih dahulu
harus mengetahui artinya.
Dalam belajar matematika, seorang siswa akan lebih mudah mempelajari materi
matematika apabila yang bersangkutan telah memahami materi prasyarat dari materi
yang sedang dipelajari. Hal ini perlu karena sifat kehirarkian materi matematika sangat
kuat. Kelemahan atas penguasaan materi sebelumnya atau materi prasyarat akan
menyulitkan dalam mempelajari materi selanjutnya. Misalnya dalam mempelajari konsep
B yang berdasarkan konsep A, perlu memahami konsep A terlebih dahulu. Tanpa
memahami konsep A tidak mungkin memahami konsep B. Oleh karena itu, belajar
matematika harus dilakukan secara bertahap, berurutan, dan berkesinambungan.
Dalam kaitannya dengan materi SPL dua variabel di kelas 2 SMP, pemahaman
materi prasyarat seperti operasi hitung yang memuat variabel, persamaan, dan lain
sebagainya akan sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, karena tanpa
memahami atau menguasai konsep dari materi prasyarat yang disebutkan di atas maka
siswa akan menghadapi kesulitan dalam mempelajari materi SPL tersebut. Sebaliknya,
jika siswa tidak mengalami kesulitan dalam belajar SPL maka ia akan mudah

4

mempelajari topik lebih rumit di tingkat yang lebih tinggi, seperti pada topik sistem
ketidaksamaan linear, dan topik program linear.
Karena sifat hirarkis dari materi SPL begitu kuat maka sangat diperlukan
kesiapan siswa dalam belajar SPL dua variabel. Menurut Hudoyo (1979) kesiapan
intelektual merupakan syarat mutlak bagi anak yang mempelajari matematika, hal ini
disebabkan matematika merupakan ilmu yang berstruktur dan cara memikirkannya
menggunakan abstraksi dan generalisasi. Selanjutnya, Bruner (dalam Dahar, 1989)
menyatakan bahwa kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan yang lebih sederhana
mengizinkan seseorang mencapai keterampilan yang lebih tinggi tingkatannya.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa kesiapan belajar siswa
dalam sistem persamaan linear dua variabel sangat mendukung terhadap pemahaman
dan penguasaan materi selanjutnya, seperti materi sistem persamaan linear tiga variabel,
materi sistem ketidaksamaan linear, materi program linear dan sebagainya. Berdasarkan
uraian di atas maka prestasi belajar matematika yang dimaksudkan dalam tulisan ini
adalah skor yang diperoleh siswa melalui tes prestasi belajar setelah mengikuti
pembelajaran matematika dengan materi SPL dua variabel.
2.2. Gaya Berpikir Siswa dalam Belajar Matematika
Setiap individu memiliki cara tersendiri yang ditempuh dalam menyusun apa
yang dilihat, diingat dan dipikirkan. Mereka dapat berbeda dalam cara pendekatan
terhadap situasi belajar, dalam cara menerima, mengorganisasikan dan menghubungkan
pengalaman-pengalaman mereka, serta dalam cara merespon metode pengajaran
tertentu. Perbedaan-perbedaan itu, menurut Slameto (dalam Labulan, 1995) bukan
merupakan cerminan dari tingkat kecerdasan atau pola-pola kemampuan lain, akan
tetapi ada kaitannya dengan memproses dan menyusun informasi dan cara siswa
mereaksi stimulus lingkungan. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap individu

5

dalam cara memproses dan menyusun serta mengolah informasi berdasarkan
pengalaman-pengalaman mereka dikenal sebagai gaya kognitif. Mahmud (1990)
mengemukakan bahwa gaya konitif adalah cara siswa memberikan persepsi dan
menyusun informasi yang berasal dari lingkungan sekitar.
Gaya kognitif menurut Nasution (1992) terdiri dari (1) field dependent-indepen-dent, (2) implusif-reflektif, dan (3) preseptif/reseptif-sistematis/intuitif. Pada penelitian
ini, gaya kognitif yang digunakan adalah gaya kognitif tipe field dependent (FD) dan
field independent (FI). Ciri-ciri siswa yang memiliki tipe FD-FI dikemukakan Witkin
(dalam Nasution, 1992), yaitu: (1) siswa yang memiliki gaya kognitif tipe FD
cenderung mempersepsi suatu pola sebagai suatu keseluruhan. Sukar baginya untuk
memusatkan perhatian pada satu aspek situasi atau menganalisis suatu pola menjadi
bermacam-macam; (2) siswa yang memiliki gaya kognitif tipe FI cenderung
mempersepsi bagian-bagian yang terpisah dari suatu pola menurut komponen-komponennya.
Menurut Good & Brophy (dalam Ratumanan, 2001) orang dengan diferensiasi
psikologikal rendah (field dependent) mengalami kesulitan dalam membedakan stimulus
dari konteks di mana stimuli tersebut dilekatkan (digabungkan), sehingga persepsi mereka
mudah dipengaruhi oleh manipulasi dari konteks di sekelilingnya. Sebaliknya, orang
dengan diferensiasi psikologi tinggi (field independent) lebih analitik. Mereka dapat
memisahkan stimuli dari konteks sehingga persepsi mereka kurang terpengaruh dari
perubahan dalam konteks terjadi (dimasukkan).
Setiap gaya kognitif tersebut mengandung kelebihan dan kekurangan. Siswa
yang memiliki gaya kognitif FD ternyata lebih kuat mengingat informasi-informasi
sosial seperti percakapan atau interaksi antar pribadi. Dalam hal pelajaran, siswa
tersebut lebih mudah mempelajari sejarah, kesusasteraan, bahasa dan ilmu pengetahuan

6

sosial. Berbeda halnya dengan siswa yang memiliki gaya kognitif FI, siswa ini lebih
mudah mengurai hal-hal yang kompleks dan lebih mudah memecahkan persoalan-persoalan, siswa FI lebih mudah mempelajari ilmu pengetahuan alam dan matematika.
Untuk mengukur gaya kognitif siswa FD-FI dapat digunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Witkin yang disebut Group Embedded Figure Test (GEFT).
Instrumen tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diujicobakan oleh
Ismanu (1988), Cahyowati (1990), dan juga digunakan Labulan (1995). Instrumen
GEFT menggunakan gambar-gambar rumit dan sederhana. Gambar yang rumit memuat
gambar sederhana dan responden diminta untuk menebalkan gambar sederhana tersebut
dalam gambar rumit. Untuk menggolongkan siswa dalam tipe FD atau FI digunakan
patokan skor 50% dari skor maksimal. Jika siswa memperoleh skor kurang dari 50%
skor maksimal maka digolongkan dalam tipe FD. Jika siswa memperoleh skor melebihi
50% skor maksimal maka digolongkan dalam tipe FI.
Setiap orang mempunyai gaya hidup dan gaya kerja yang berbeda, demikian
juga siswa mempunyai gaya belajar yang unik. Menurut Barbara Prashing (dalam
Dryden, 2000), “orang dari segala usia dapat belajar apa saja jika diberi kesempatan
untuk melakukannya dengan gaya unik mereka, dengan kekuatan pribadi mereka
sendiri” katanya dalam Diversity Is Our Strength: the learning revolution in action.
Selain gaya belajar siswa yang perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, juga
perlu diperhatikan gaya berpikir mana yang disukai oleh siswa.
Anthony Gregorc-profesor ahli kurikulum dan instruksi di Universitas Connecticut
membagi gaya berpikir menjadi empat bagian yang berbeda: (1) sekuensial konkret, (2)
acak konkret, (3) acak abstrak, dan (4) sekuensial abstrak. Mereka menekankan bahwa tidak
ada gaya berpikir yang lebih superior; setiap gaya belajar itu unik. Setiap gaya menjadi
efektif dengan gayanya sendiri (dalam Dryden, 2000). Untuk mengetahu tipe-tipe gaya

7

berpikir seseorang, menurut Bobbi DePorter dapat di uraikan secara singkat sebagai
berikut.
Pemikir sekuensial konkret mendasarkan dirinya pada realitas, memproses
informasi dengan cara teratur, urut, dan linier. Bagi mereka, “realitas adalah apa dapat
mereka cerap melalui indra fisik yaitu penglihatan, persentuhan, pengucapan,
pencecapan, dan pembauan. Mereka memperhatikan dan mengingat berbagai detail
dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi spesifik, rumus-rumus, dan
berbagai peraturan dengan mudah. ‘Praktik’ adalah cara terbaik bagi orang semacam
ini.”
Pemikir acak konkret suka bereksperimen, seperti tipe sekuensial konkret, mereka
mendasarkan diri pada realitas, tetapi cenderung lebih melakukan pendekatan coba-coba. Oleh karena itu, mereka sering membuat lompatan intuitif yang diperlukan untuk
pemikiran kreatif. Mereka memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan alternatif
dan melakukan berbagai hal dengan cara mereka sendiri.
Pemikir acak abstrak mengatur informasi melalui refleksi, dan berkembang pesat
dalam lingkungan tak terstruktur dan berorientasi kepada manusia. DePorter
mengatakan, “Dunia ‘nyata’ bagi para pelajar acak abstrak adalah dunia perasaan dan
emosi. Pemikir acak abstrak menyerap berbagai gagasan, informasi, dan kesan, lalu
mengaturnya kembali melalui refleksi. Mereka dapat mengingat dengan baik jika
informasinya dibuat menurut selera mereka. Mereka merasa dibatasi ketika ditempatkan
pada lingkungan yang sangat terstruktur.”
Pemikir sekuensial abstrak suka sekali dengan dunia teori dan pikiran abstrak.
Mereka suka berpikir konseptual dan menganalisis informasi. Mereka berpotensi menjadi
filosof dan ilmuan peneliti yang hebat. Menurut DePorter, “Mereka mudah mengetahui
apa yang penting, seperti poin-poin utama dan detail yang signifikan. Proses berpikir

8

mereka logis, rasional, dan intelektual. Aktivitas favorit bagi orang bertipe sekuensial
adalah membaca. Biasanya mereka lebih senang bekerja sendiri daripada berkelompok.”
Empat kategori berpikir yang dikemukakan di atas dapat dikaitkan dengan tipe
FI-FD siswa dalam menyelesaikan soal-soal sistem persamaan linier dua variabel.
Bagaimana siswa tipe FI-FD dalam belajar matematika dikaitkan dengan empat gaya
berpikir yang dikemukakan DePorter? Oleh karena itu, empat gaya berpikir tersebut
dijadikan acuan dalam mengeksplorasi gaya kognitif siswa dalam penelitian ini.
Instrumen yang digunakan untuk melihat kecenderungan gaya berpikir siswa dalam
penelitian ini adalah instrumen yang dikembangkan oleh John LeTellier dari hasil adaptasi
model Gregorc.

3. Metode Penelitian
Masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh gaya berpikir
siswa ditinjau dari tipe FD-FI terhadap prestasi belajarnya. Penelitian merupakan
penelitian eksploratif dalam bentuk ekspost-facto.
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMP Negeri 6 Makassar,
sedangkan sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa dari tiga kelas yang
dipilih secara random berdasarkan banyaknya kelas II (9 kelas) yang ada di sekolah
tersebut. Siswa yang terpilih adalah siswa pada kelas IA, IB, dan ID sebanyak 124 orang.
3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah: (1) variabel bebas: yaitu “gaya berpikir”
siswa berdasarkan konsep Gregorc (SK, AK, AA, SA), data dari variabel ini digunakan
kriteria dan instrumen yang dikembangkan oleh John LeTellier; (2) variabel terikat:
yaitu “prestasi belajar” siswa pada sistem persamaan linier dua variabel, yang

9

merupakan skor yang diperoleh siswa melalui tes prestasi belajar yang dikembangkan
peneliti; dan (3) variabel moderator: yaitu “gaya kognitif” berdasarkan konsep Witkin
(FI, FD), yang diperoleh dari instrumen Group Embedded Figure Test (GEFT), yang
telah diujicobakan oleh Cahyowati untuk konteks siswa di Indonesia.
3.3. Desain Penelitian
Desain penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Desain “Multiple Linear
Regresssion” dengan menggunakan variabel boneka. Desain ini dimaksudkan untuk
menganalisis pengaruh variabel bebas, terhadap variabel terikat, dengan menggunakan
variabel moderator, dan (2) Desain “Univariate Completely Randomized”. Desain ini
dimaksudkan untuk menganalisis perbedaan prestasi belajar matematika (Y)
berdasarkan kelompok siswa tipe field dependent (FD) dan tipe field independent (FI).
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
memberikan tes prestasi belajar persamaan linier dua variabel kepada responden untuk
memperoleh data prestasi belajar. Sedangkan data tentang gaya berpikir dan gaya
kognitif diperoleh melalui angket.
3.5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian, dianalisis secara statistik yaitu
(1) statistik deskriptif untuk mendeskripsikan dan mengeksplorasi profil gaya berpikir
siswa berdasarkan tipe FD-FI, dan prestasi belajar siswa dalam SPL dua variabel, dan
(2) statistik inferensial untuk mengetahui dampak gaya berpikir siswa terhadap prestasi
belajar mereka dalam matematika.




10

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kecenderungan gaya berpikir siswa
SMP yang mempunyai gaya kognitif field independent (FI) adalah acak abstrak (AA).
Berdasarkan 68 siswa yang mempunyai gaya kognitif FI, kecenderungan gaya berpikir
mereka adalah: (1) gaya berpikir sekuensial konkret (SK) sebanyak 15 orang (22,1%); (2)
gaya berpikir sekuensial abstrak (SA) sebanyak 18 orang (26,5%); (3) gaya berpikir acak
abstrak (AA) sebanyak 27 orang (39,7%); dan (4) gaya berpikir acak konkret (AK) sebanyak
8 orang (11,7%).
Kecenderungan gaya berpikir siswa SMP yang mempunyai gaya kognitif field
dependent (FD) adalah sekuensial konkret (SK). Berdasarkan 56 siswa yang mempunyai
gaya kognitif FD, kecenderungan gaya berpikir mereka adalah: (1) gaya berpikir sekuensial
konkret (SK) sebanyak 20 orang (35,7%); (2) gaya berpikir sekuensial abstrak (SA)
sebanyak 12 orang (21,4%); (3) gaya berpikir acak abstrak (AA) sebanyak 18 orang
(32,1%); dan (4) gaya berpikir acak konkret (AK) sebanyak 6 orang (10,7%).
Rata-rata prestasi belajar siswa pada materi persamaan linier dua variabel
masing-masing 62,94 untuk siswa FI dan 57,41 untuk siswa FD. Selanjutnya, untuk
siswa gaya kognitif FI: (1) 58,8% responden mempunyai skor di sekitar rata-rata; (2)
sebanyak 36,7% di atas rata-rata, dan (3) sisanya 4,5% di bawah rata-rata. Untuk siswa
gaya kognitif FD: (1) 51,8% mempunyai skor di sekitar rata-rata; (2) sebanyak 25,0% di
atas rata-rata, dan (3) sisanya 23,2% di bawah rata-rata.
Hasil yang diperoleh di atas, menunjukkan bahwa siswa SMP yang dijadikan
responden dalam penelitian ini, prestasi belajarnya dalam menyelesaikan soal persamaan
linier dua variabel masih berada dalam kategori sedang. Namun, ada kecenderungan bahwa
siswa yang mempunyai gaya kognitif FI lebih tinggi prestasi belajarnya dibandingkan
siswa yang mempunyai gaya kognitf FD.

11

Analisis inferensial menunjukkan bahwa: (1) gaya berpikir siswa tipe FI
mempunyai pengaruh yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% terhadap prestasi
belajar dalam matematika. Berdasarkan hasil analisis variansi diperoleh nilai F = 2,65
dan p = 0,041, R2
= 14,4% dan s = 11,78 dengan persamaan regresi terhadap prestasi
belajar (PRES) adalah PRES = -497 + 4,65SK + 4,72SA + 4,45AA + 4,93AK yang
menunjukkan bahwa gaya berpikir siswa tipe FI memberikan sumbangan positif
terhadap prestasi belajar; (2) gaya berpikir siswa tipe FD mempunyai pengaruh yang
signifikan pada taraf kepercayaan 95% terhadap prestasi belajar dalam matematika.
Berdasarkan hasil analisis variansi diperoleh nilai F = 4,56 dan p = 0,003, R2
= 26,3%
dan s = 13,62 dengan persamaan regresi terhadap prestasi belajar (PRES) adalah PRES
= 402 – 2,68SK – 2,89SA – 3,16AA – 2,78AK yang menunjukkan bahwa gaya berpikir
siswa tipe FD memberikan sumbangan negatif terhadap prestasi belajar; dan (3) Prestasi
belajar matematika siswa berdasarkan gaya kognitif (dengan mengabaikan gaya
berpikir), diperoleh hasil analsis variansi F = 4,97 dengan nilai p = 0,028 hal ini
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% antara
prestasi belajar siswa tipe FI dengan prestasi belajar siswa tipe FD.
Hasil penelitian yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa gaya berpikir siswa
SMP Negeri 6 Makassar untuk siswa yang bertipe FI lebih banyak berpikir dalam
bentuk acak abstrak (AA). Sedangkan untuk siswa yang bertipe FD lebih banyak
berpikir dalam bentuk sekuensial konkret (SK). Dengan demikian, berdasarkan kajian
teori dapat dikemukakan bahwa siswa SMP Negeri 6 Makassar dalam belajar matematika
diperlukan suatu pendekatan untuk mengatur informasi kepada siswa melalui refleksi
dunia nyata. Karena “dunia nyata” bagi para pelajar acak abstrak adalah dunia perasaan
dan emosi. Pemikir acak abstrak menyerap berbagai gagasan, informasi, dan kesan, lalu
mengaturnya kembali melalui refleksi. Mereka dapat mengingat dengan baik jika

12

informasinya dibuat menurut selera mereka. Mereka merasa dibatasi ketika ditempatkan
pada lingkungan yang sangat terstruktur.
Selain itu, diperlukan pendekatan pembelajaran matematika yang dapat
mengakomodasi siswa dengan gaya berpikir sekuensial konkret, yaitu siswa yang
mendasarkan dirinya pada realitas, memproses informasi dengan cara teratur, urut, dan
linier. Bagi mereka, “realitas” adalah sesuatu yang dapat diserap melalui indra fisik
yaitu penglihatan, persentuhan, pengucapan, pencecapan, dan pembauan. Mereka
memperhatikan dan mengingat berbagai detail dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi spesifik, rumus-rumus, dan berbagai peraturan dengan mudah. ‘Praktik’
adalah cara terbaik bagi orang semacam ini.”
Ditinjau dari prestasi belajar siswa dalam sistem persamaan linier dua variabel,
terdapat beberapa kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Siswa
pada umumnya kesulitan menerjemahkan soal yang berbentuk cerita ke dalam bentuk
persamaan linier. Demikian juga, siswa belum mampu menerjemahkan himpunan
penyelesaian dari sistem persamaan linier yang disajikan dalam grafik. Namun, untuk
menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel dengan cara eliminasi dan subtitusi
pada umumnya siswa tidak mengalami kesulitan.
Hasil analisis inferensial menunjukkan bahwa gaya berpikir siswa berpengaruh
terhadap prestasi belajar matematika. Walaupun sumbangan yang diberikan tidak terlalu
besar, tetapi guru harus menyadari bahwa siswa SMP yang bergaya kognitif tipe FD
mempunyai kecenderungan gaya berpikir mereka berpengaruh negatif terhadap prestasi
belajarnya dalam matematika. Sedangkan untuk siswa FI gaya berpikirnya berpengaruh
positif terhadap prestasi belajarnya.



13

5. Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan
Profil gaya berpikir yang dimiliki siswa kelas 2 SMP Negeri 6 Makassar, adalah:
(1) gaya berpikir siswa tipe FD, pada umumnya adalah gaya berpikir sekuensial konkret,
(2) gaya berpikir siswa yang mempunyai tipe FI, pada umumnya adalah gaya berpikir
acak abstrak, (3) gaya berpikir siswa tipe FD mempunyai pengaruh negatif terhadap
prestasi belajar SPL dua variabel, sedangkan gaya berpikir siswa tipe FI mempunyai
pengaruh positif, dan (4) ada perbedaan prestasi belajar antara siswa FD dengan siswa
FI, yaitu siswa FI prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa FD.
5.2 Saran
Sebagai implikasi dari simpulan di atas disarankan agar: (1) pembelajaran SPL
dua variabel, guru membagi kelompok yang anggotanya terdiri dari siswa FI dan FD,
dan memberikan pembelajaran yang banyak berkaitan dengan dunia nyata siswa.
Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal yang realistik bagi siswa ke hal yang abstrak,
karena cara berpikir siswa kelas 2 SMP masih didominasi sekuensial konkret dan acak
abstrak; (2) guru memberikan latihan-latihan soal yang berkaitan dengan dunia nyata
siswa dalam bentuk cerita dan memberikan soal-soal yang berkaitan dengan grafik,
karena siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan dunia nyata
(soal cerita) dan membaca grafik; (3) guru memberikan tes gaya berpikir dan gaya
kognitif siswa pada setiap kelas yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat
memilih pendekatan yang sesuai dalam mengajarkan matematika untuk tipe siswa yang
dominan dalam suatu kelas. Hal ini dianggap penting berdasarkan hasil penelitian ini,
karena gaya berpikir siswa tipe FI dan FD mempunyai pengaruh yang berlawanan
dalam prestasi belajar matematika.


14

Pustaka Acuan
Cahyowati, Ety, Tejo, Dwi. 1990. Field Dependent-Field Independent dalam Kaitannya
dengan Hasil Belajar Matematika Kelas IIIA, SMA Negeri di Kotamadya
Malang. Tesis. Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang.

Dahar, R. Wilis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Matematika 2004 Mata Pelajaran Matematika SMP.
Jakarta: Depdiknas.

DePorter, Boby & Mike Hernacky. 2002. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

Dryden, Gordon., Jeannette. 2000. Revolusi Cara Belajar. Bandung: Kaifa.

Gregore, Anthony. An Adult’s Guide to Stlye. Maynard, Mass: Gabriel Systems.

Hudoyo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya
Di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

Hudoyo, Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Ismanu A. 1988. Hubungan antara Gaya Kognitif dan Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas V SD Kecamatan Abepura dan Sekitarnya di Daerah Tingkat II Kabu-paten Jayapura. Tesis. Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP
Malang.

Labulan, PM. 1995. Hubungan Antara Berpikir Logis dan Gaya Kognitif dengan
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Aljabar Siswa Kelas IIA2 SMA
Negeri di Kotamadya Samarinda. Tesis. Tidak diterbitkan. Malang: Program
Pascasarjana IKIP Malang.

Mahmud, Dimyati M. 1990. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Terapan. Edisi 1,
Fakultas Ilmu Pendidikan: IKIP Yogyakarta.

Nasution, Hakim, Andi,. 1992. Pengantar ke Filsafat Sains. Bogor: Litera Antar Nusa.

Ratumanan, T.G. 2001. Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 1 dan SMP negeri 4 Ambon.
Proposal Disertasi. Tidak diterbitkan. Surabaya: PPS Unesa.




15

Soedjadi, R. 1992. Pokok-pokok Pikiran Tentang Orientasi Masa Depan Sekolah di
Indonesia. Surabaya: Media Pendidikan Matematika Nasional IKIP Surabaya.

Witkin, H.A., C.A. Moore., D.R. Goodenough & P.W.Cox. 1977. Field Dependent and
Field Independent Cognitive Style an Their Educational Implications. Review
of Educational Research. Winter, Vol. 47, No. 1.1-64.


16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar